Banjir Pergi Tinggalkan Jejak Sedih Bagi Warga Pulau Kei Besar

Bagikan Artikel

 

Banjir Pergi Tinggalkan Jejak Sedih Bagi Warga Pulau Kei Besar

Catatan : Tarsisius Sarkol

 

Kondisi cuaca alam Kepulauan Kei tak bersahabat membawa bencana banjir dan tanah longsor yang melanda desa pesisir di Pulau Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 1-2 Juni lalu.

Selama 2 hari penuh, derasnya hujan seiring derasnya air mata warga yang rumah berserta harta benda dibawa pergi banjir dan tanah longsor.

Banjir dan tanah longsor meninggalkan jejak sedih, menghancurkan rumah, lahan, dan infrastruktur bahkan kehidupan warga itu sendiri. Kerugian materi dan emosional yang dialami sangat besar, meninggalkan rasa kehilangan dan keputusasaan.

Pasca peristiwa alam itu, akibatnya sejumlah desa alami kerusakan ringan hingga berat. Desa terdampak bencana alam itu antara lain di Kecamatan Kei Besar Utara Timur, warga Desa Banda Ui dibuat panik dan menyelamatkan diri ketika air meluap ke rumah warga. Beruntung tidak ada korban jiwa.

Naasnya, Kecamatan Kei Besar memiliki desa terbanyak yang mengalami bencana. Desa sepanjang pesisir pantai antara lain Desa Werka, Udar, Waurtahit, Yamtel, Ohoiwait,Ohoiel dan Ngufit dihantam tanah longsor dan banjir rob.

Cerita sedih datang dari salah satu ibu rumah tangga dan anaknya di Desa Ohoiel yang terseret banjir ke lautan. Dikisahkan, anak usia sekolah dasar itu berupaya selamatkan diri berpegang pada cerigen yang mengapung. Sedangkan sang ibu harus melepaskan seluruh pakaian untuk dapat berenang selamatkan diri. Beruntung warga segera melakukan pertolongan.

Banjir merendam rumah warga di Desa Tamngil Nuhuten. (Foto: istimewa)

 

Di Kecamatan Kei Besar Selatan hanya tiga desa yang alami bencana yaitu Desa Weduar, Ohoirenan, dan Tammgil Nuhuten. Kondisi Alam yang tak berkompromi itu menunjukan kekuasaanya di Desa Weduar dan Desa Ohoirenan. Kedua desa bertetangga dibuat porak-poranda.

Diceritakan, tiap warga meninggalkan egoismenya, dan bersatu saling menolong menghadapi kiriman banjir dari pegunungan diatas perkampungan. Banjir tak tebang pilih,  ketika mengalir, siapapun rumah warga yang terlewati pasti terendam.

Banjir pun tak kenal lelah, mengalir deras mencari jalan keluar. Alhasil, terlihat tanah di pemukiman warga amblas, dinding rumah retak, lantai rumah nyaris amblas ditelan bumi.

Jalan aspal nyaris ambruk di pintu masuk keluar Desa Ohoirenan. (Foto: istimewa)

 

Tak hanya menghantam rumah warga, banjir menghantam juga jalan aspal dan jalan rabat di desa. Warga Desa Ohoirenan dipersulit, jalan aspal  pintu keluar masuk desa nyaris tertutup campuran tanah dan bebatuan setinggi 1/2 meter diatas aspal.

Warga tak leluasa beraktivitas. Setelah banjir pergi,  warga bergotong royong menyelamatkan harta benda rumah warga tedampak banjir. Mereka juga bergandeng tangan turun ke jalan membersihkan tumpukan tanah dan bebatuan yang menutup badan jalan.

Saat ‘on the spot’ yang dilakukan pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Maluku Tenggara, Rabu 4 Juni 2025, warga mendesah, menceritakan kondisi yang dialami dengan nada bergetar sedih.

Salah satu tokoh masyarakat Desa Tamngil Nuhuten, mengaku setiap tahunan desa tersebut menjadi langganan banjir rob. Mengingat desa di pinggiran pantai dan di belakang desa terdapat sumber mata air di perbukitan sehingga sewaktu musim hujan debit air naik dan meluap merendam pemukiman warga.

“Kita tiap tahun langganan banjir, karena air pasang laut meluap ditambah sumber air dari perbukitan desa sehingga kita usulan talud penahan air agar mengalir tidak masuk ke kampung, ” pintahnya saat berbincang dengan rombongan DPRD Kabupaten Malra, Rabu (4/6/2025).

Hujan lebat selama 2 hari tanpa lelah itu memaksa warga Tamngil yang rumahnya terendam banjir setinggi lutut orang dewasa dipaksa harus mengungsi ke Masjid setempat. Warga rela menginap selama 2 hari sampai air banjir surut.

Di Desa Weduar, pemerintah desa dan warga mengaku siklus banjir dari pegunungan terjadi beberapa tahun sekali. Kali ini, kondisi kerusakan lebih parah. Sebanyak 8 rumah warga alami kerusakan berat akibat longsor, dan pergeseran tanah di atas rumah sehingga nyaris rumah ambruk.

Tak sampai disitu, infrastruktur pendukung seperti jalan rabat di dalam Desa Weduar alami patahan dan talud penahan aliran sungai sepanjang 1 kilometer ambruk dihantam deras banjir dari pegunungan.

“Rumah ini tak lagi layak tinggal. Kita minta agar warga segera direlokasi. Dikhawatirkan, jika musim penghujan tiba peristiwa serupa akan kembali terjadi, ” ungkap salah satu perangkat Desa Weduar saat bertemu pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Malra.

Sama seperti kisah sedih di Desa Ohoiel, aliran banjir pegunungan menyisahkan cerita tersendiri bagi salah satu warga Desa Weduar. Diceritakan, seorang ibu usia rentan, harus diselamatkan dari dalam rumahnya yang sudah terjebak banjir dan tanah amblas.  Sang ibu yang usia usur dan tak mampu berjalan itu, harus dibopong diselamatkan ke rumah tetangga.

Permintaan relokasi juga datang dari pemerintah desa dan warga Desa Ohoirenan. Mereka meminta agar mendapat bantuan relokasi rumah. Olehnya itu, pemerintah desa tengah berkordinasi menyiapkan lahan relokasi.

“Di desa ini (Ohoirenan), kita ada 8 rumah warga rusak berat. Kita sudah sampaikan agar rumah warga direlokasi dan kini sementara menyiapkan lahan pembangunan. Syukur, untuk 2 bangunan rumah telah tersedia lahan, tapi kita juga antisipasi kemudian hari (sengketa tanah) karena itu kita harus siapkan administrasi secara baik, ” ungkap Kepala Desa Ohoirenan Yulius Rahalus kepada rombongan DPRD Kabupaten Malra.

 

Rumah Warga di Desa Weduar tertimbun longsor dan tanah amblas membuat rumah warga nyaris ambruk. (Foto: istimewa)

 

Ketua DPRD Kabupaten Maluku Tenggara, Stepanus Layanan tak hanya mau menerima laporan di meja kerjanya. Ia langsung turun memimpin para wakil rakyat memastikan kondisi warga.

Setiba di lokasi bencana, melihat langsung penderitaan warga. Hati para wakil rakyat itu bergetar sedih. Dihadapan warga, mereka berjanji akan memperjuangkan bantuan, dan mengalokasikan anggaran guna memperbaiki infrastruktur desa dan rumah warga terdampak bencana.

“Kami memastikan kesempatan pertama kita alokasikan (anggaran) saat Perubahan APBD 2025. Kita tidak harus menunggu tahun anggaran 2026,” janji Ketua DPRD Kabupaten Malra, Stepanus Layanan.

Politisi PDI Perjuangan itu juga mengingatkan Camat Kei Besar Selatan dan Kepala Desa Ohoirenan dan Desa Weduar agar berkordinasi warga terkena dampak untuk menyiapkan lahan relokasi.

“Kondisi ini akan kordinasi dengan pemerintahan daerah apalagi Bupati dan dinas teknis telah terjun melihat langsung.a Yang penting saat ini, siapkan data dan dokumen pendukung  untuk diteruskan ke dinas terkait dan melalui mekanisme DPRD akan memutuskan besaran alokasi anggaran bencana,” tutupnya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *